Selasa, 29 September 2009

My Guardian Angel

“Babe, kayanya mata nda minusnya udah parah dech, musti pake kacamata kali ya say, bagus gak ya kira-kira?”
Tanpa berpaling dari kegiatannya partner menjawab
“Janganlah say”
“Kenapa? Jelek ya kalo pake kacamata?”
“Nggak, cantik kok…beneran”
“Terus kenapa gak boleh?”
Partner beralih dari kegiatannya dan menatap mataku,
“Sayang, kalau pake kacamata nanti mata kamu ada kantung matanya lho, nanti mata kamu jadi kaya yang lelah, jadi item-item gitu bawahnya, terus jadi sipit, kalau kacamatanya dilepas jadi aneh say, ayah suka mata kamu dan ayah gak mau itu berubah. Mendingan ke dokter aja ya di obatin atau pake softlense aja, gimana?”
Aku terdiam selama beberapa detik lalu kemudian mengangguk pelan.

***

“Baby, temen-temen nda pada mau ditindik telinganya jadi dua tindikkan di telinga kanannya, nda juga pengen yaaaa? Boleh ya?ya?ya?”
“Boleh tapi Cuma nganter aja!”
“Yaaaaaaa…pengen ditindik jugaaa” aku merengek agar partner mengizinkanku.
“Nggak boleh!!!”
“Kenapa sich?”
“Denger ya, kita tinggal di lingkungan masyarakat. Pikiran dan pandangan mereka kan beda-beda say, pasti ada diantara mereka yang nantinya berfikiran kamu cewek nggak bener ditindik dua-dua gitu di satu telinga, nanti mereka ngegosipin kamu macem-macem”
“Who cares?”
“I care…ayah nggak akan ngebiarin hal apapun nyakitin kamu, termasuk satu katapun dari mulut siapapun”
Kedua kalinya aku terdiam dan mengangguk lemah.

***

“Yah, nda boleh pake baju kaya gini gak?”
Aku menunjuk salah satu baju terusan cewek yang agak minim ketika kami sedang hang out di mall.
“Pake celana gak?”
“Ya nggak lah say kan ini terusan”
“Nggak boleh, jangan tanya kenapa kamu udah tau jawabannya”
“Iya nda tau, kamu gak akan ngasih kesempatan orang lain buat nyentuh nda walaupun dalam pikiran mereka”
Partner tersenyum,
“Maaf ya babe, ayah nggak maksud ngekang atau egois. Ayah ngelakuin semua karena ayah sayang ma kamu. Ini cara ayah ngejaga kamu”
Saat itu pengen banget nyium dia tapi berhubung lagi di tempat umum aku Cuma senyum semanis mungkin (walau hasilnya nggak manis-manis banget).

***

Tuhan menciptakan partner tidak hanya untuk mencintaiku tapi juga untuk melindungi dan menjagaku. Dia melindungi setiap jengkal tubuhku, setiap hela nafasku, setiap kedip mataku dan setiap detak jantungku. Dia menjagaku tanpa keluh dan lelah. Aku hanya bisa berterima kasih padanya dengan memberikan seluruh hari dan hati yang ku punya untuk dimiliki olehnya, selamanya.

Rabu, 23 September 2009

seberkas doa di pagi buta

Pagi ini aku terjaga saat kamu masih terlelap tidur. Di luar sana kabut masih bergelut dengan udara dingin yang mencabik jiwa. Aku ingin menciummu, menggores setiap jengkal tubuhmu dengan ujung lidahku. Tapi kau begitu lelap, begitu polos saat terkulai tidur. Aku tau kau pasti lelah bekerja untuk kami seharian lalu meladeni kemanjaan anak-anak yang merindukanmu di setiap penghujung hari


Aku turun dari ranjang kita yang selalu menjanjikan kenyamanan dan kehangatan. Aku melihat keluar jendela, diluar sana malam sedang berperang dengan fajar dan berebut singgasana. Ada para Dewa sedang sibuk meletakan embun pada setiap helai daun.

Aku memutuskan untuk keluar dan berdiri di depan seorang Dewa yang sedang meletakkan embun sebutir embun, menatapnya begitu dalam dan penuh makna.

“Ada apa?” Dewa itu menyapaku.

“Apakan Kau seorang Dewa?” Tanyaku.

“Iya benar, kenapa?” Dewa itu tampak agak tersinggung.

“Apa Kau yang disembah oleh seluruh penduduk desa di ujung keramaian sana?” aku kembali bertanya.

“Iya benar, lalu?” Jawab Dewa itu tak sabar.

“Mengapa mereka menyembah-Mu?”

Dengan sombong Dewa itu berkata “Karena Aku bisa mengabulkan apa yang mereka inginkan”.

Aku tersenyum…

“Jadi Kau bisa mengabulkan apa yang aku inginkan?”

“Tentu saja, apa yang kau inginkan? Setetes embun atau berjuta-juta tetes embun?”

“Tidak, aku bukan ingin itu.”

“Lalu apa yang kau inginkan? Ah…kau pasti wanita serakah yang ingin sebutir embun kehidupan yang bisa membuatmu hidup abadi?”

“Tidak, hidup abadi hanya akan menyiksaku, yang aku inginkan lebih dari itu"

Dewa itu terdiam, begitu lama hingga akhirnya dia berkata “Aku tak bisa mengabulkan lebih dari itu. Hanya Tuhan yang bisa…”

“Tuhan??dimana aku bisa bertemu dengan Tuhan?kapan Dia akan turun ke bumi?”

“Tuhan tidak turun ke bumi nak, dia adalah raja dari semua raja, dia sang pemilik alam semesta beserta isinya. Dia adalah Allah Aja wa zala”

“Bagaimana aku bisa meminta pada-Nya? bagaimana dia bisa mendengarku?”

“Dia bisa mendengar sekalipun kau tak bicara”

“Tapi aku ingin langsung bicara pada-Nya”

“Tak ada satu manusia hiduppun yang bisa bertemu dengan-Nya, tapi jika kau ingin doamu terasa lebih dekat. Sampaikanlah doamu pada malaikat diujung lorong kehidupan sana, ia selalu membawa berita pada Tuhan, tapi cepatlah karena fajar akan segera menyingsing”

Aku berlari sekuat tenaga, menembus kabut melawan rasa dingin dan berpacu dengan waktu. Hingga aku temukan para malaikat yang hendak pergi menembus langit, aku bersimpuh di depannya.

“Ada apa? Jangan kau bersimpuh padaku, bersimpuhlan di depan Tuhan”

“Aku memiliki satu doa, bisakah kau sampaikan pada Tuhan”

“Apa doamu?”

“Aku ingin partner dan anak-anakku hidup bahagia”

“Kenapa mereka harus hidup bahagia?”

“Karena mereka begitu baik”

“Baik saja tidak akan cukup membuatku menururti keinginanmu”

“Tapi mereka begitu istimewa, aku yakin Tuhan menciptakan mereka begitu sempurna”

“Kesempurnaan hanya milik Allah Ta’ala”

“Kesempurnaan yang hakiki memang milik-Nya sang pencipta alam, tapi aku yakin Tuhan menciptakan partner dan anak-anak kami begitu sempurna, sempurna bagi seorang manusia”

“Kenapa mereka begitu sempurna? Apa karena mereka baik padamu?”

“Bukan sekedar baik, karena baik saja takkan cukup membuatku berlari mengejarmu”

Malaikat itu terdiam dan menatapku dengan tajam tapi aku tak bergeming.

“Baiklah akan ku sampaikan doamu pada Tuhan, tapi dengan satu syarat”

“Apapun”

“Bahagiakanlah mereka dengan segenap hatimu dan jiwamu jika mereka begitu istimewa dan sempurna”

“Pasti!”

Aku kembali berlari, berlari pulang ke sampingmu…ke rumah kita.

Aku sampai di peraduan kita, kau masih terlelap tidur. Ku kecup keningmu dengan rasa rindu yang mendalam dan berkata “Morning honey…”

Kau menggeliat dan membukan matamu lalu tersenyum. Aku membalas senyummu dan berbisik di telingamu “aku janji akan selalu berusaha membahagiakanmu sayang”.

I'm afraid...

Aku benar-benar takut kehilangan kamu sayang. Aku selalu cemas saat kamu pergi kerja pagi hari. Karena di luar sana ada beratus-ratus pasang mata yang mungkin tak henti-henti menatapmu. Karena ada beribu-ribu senyum yang mungkin ditebarkan untukmu. Karena ada berjuta-juta rayuan yang mungkin ditujukan padamu. Aku takut sayang…


Aku benar-benar takut kehilangan kamu sayang. Karena sainganku adalah para bidadari yang kecantikannya melebihi aku. Karena sainganku adalah para malaikat yang kesabarannya melampaui aku. Karena sainganku adalah para iblis yang bisa melakukan apa saja untuk mendapatkanmu. Aku tak sanggup bersaing dengan mereka, aku takut sayang…

Aku benar-benar takut kehilangan kamu sayang. Aku selalu resah saat kamu melangkah keluar dari rumah kita. Aku ingin mataku terus mengikutimu, biar ku pelototi orang-orang yang menatapmu. Aku ingin bibirku terus mengikutimu, biar ku beri senyum sinis orang-orang yang tersenyum padamu. Aku ingin suaraku terus mengikutimu, biar ku maki orang-orang yang merayumu dan ku katakan bahwa kau milikku. Aku takut sayang…

Tapi takkan adil bagimu jika ku lakukan itu semua. Aku di sampingmu bukan untuk menghantuimu. Aku di sampingmu bukan untuk diriku, melainkan untuk dirimu. Jadi aku akan membiarkanmu pergi sendiri, menggilai pekerjaanmu untuk sekejap. Aku biarkan kau bernafas tanpaku, agar kau merindukan mataku, bibirku dan suaraku. Karena itu caraku mempertahankanmu. Karena itu caraku untuk menuntunku kembali padaku. karena aku takkan sanggup melewati satu hari saja tanpamu.

Aku benar-benar takut kehilangan kamu sayang…

Selasa, 22 September 2009

Mommy is coming home, baby!!

Dua hari sebelum lebaran aku memutuskan untuk mudik ke rumah orang tuaku. Keputusan ini aku ambil karena partner dan anak-anak pun akan mudik ke rumah orang tua partner. Untuk sedikit informasi rumah ortu partner adanya di gang sebelah rumah kami. Jadi sebetulnya rumah ortuku, rumah ortu partner, dan rumah kami ada di satu lingkungan.


Hari pertama mudik aku merasa bosan, bete, pelanga-pelongo gak keruan, sampe ileran, ketombean, ingusan bahkan congean cuma belum sampai ke tahap panuan aja. Di rumah ortu semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh my step mother, sampai membereskan kamarku pun dilakukan oleh nya. Partner selalu bilang “istirahat gih sayang di rumah papa, nggak apa-apa anak-anak ayah yang urus”, betapa baiknya partnerku ini tapi seandainya kamu tau menahan rasa kangen sama kamu dan anak-anak kita itu jauh lebih melelahkan dari sekedar pekerjaan rumahku. Walaupun di rumah kita aku harus berkutat dengan sapu, lap pel dan tissue basah (untuk mengelap tangan kotor si bungsu), tapi semua kelelahan itu akan terbayar saat kamu rebahan di kasur dan bilang “Aaaaaah nyamannyaaaa…makasih ya babe”, saat si sulung bilang kalau dia sayang sama aku dan saat si bungsu memelukku dan tangannya menepuk-nepuk punggungku sambil bilang “ntaaan” maksudnya "berpelukaaan" ala Teletubies. Saat itu pasti terbayang bagaimana hampanya aku tanpa kalian.

Besoknya aku pulang ke rumah kita sebentar karena nggak bisa nahan kangen. Kamu bilang kemaren seharian kamu ngerasa hampa tanpa aku di rumah, kamu ngerasa kosong. Aku senyum karena aku tau apa yang kamu rasakan. Aku tau persis sayang…

Akhirnya hari aku pulang ke rumah tiba juga, tapi kamu ke luar kota dengan anak-anak dan ortumu. Saat aku masuk ke rumah pemandangan yang luar biasa sudah menantiku. Kamarku dan partner berantakan nggak karuan, spreinya kotor dan lantainya berdebu banget. Itu baru kamar kami belum ruangan-ruangan yang lain dan kamar anak-anak. Yang paling parah ruang tengah, kenapa? karena tempat ini selalu jadi tempat mangkal partner dan anak-anak. Di lantai ada bekas ompol yang mengering, bekas cokelat yang berceceran, miniatur-miniatur binatang punya bungsu, tempat-tempat DVD teletubies, the virgin, dan animal planet, di tombol tv ada sisa-sisa cokelat yang mengering (Ah pasti anak bungsuku lagi-lagi iseng mengutak ngatik settingan tv). Belum cukup sampai di situ, tempat minum juga kosong dan ada nasi yang sudah kering di magic jar.

Terbayang pasti repotnya partner mengurus anak-anak, apalagi si bungsu yang lagi nggak mau diem banget dan lagi heboh-hebohnya ditambah lagi cucian partner yang selalu numpuk setiap hari. Aku tau dia orang yang hebat dan bertanggung jawab dan dia pasti lelah sekali…

Aku melihat sekeliling, ke setiap jengkal istana kecil kami, melihat keserawutan dan kekacauan disana tapi lalu aku tersenyum lebar dan dalam hati aku berkata “seandainya aku tak menemukan ini saat pulang, mungkin aku takkan merasa pulang ke rumah karena kewajibankulah membuat semuanya menjadi nyaman dan indah”. Lalu tanganku mulai membenahi dan menciptakan kenyaman untuk partner dan anak-anak, agar saat mereka pulang mereka takkan berfikir untuk pergi keluar karena mereka tak punya alasan.

Minggu, 20 September 2009

Alasan untuk selalu bersyukur

Tadi malam aku dibikin kesel sama dua cowok paling kampungan dech sedunia. Ceritanya aku lagi jalan kaki pulang ke rumah orangtuaku, kebetulan rumah orangtuaku terletak dipinggir jalan utama tapi di sepanjang sebrang jalan tidak ada rumah, masih gerombolan pohon bambu yang menyebalkan (mungkin lebih tepat menyeramkan), tanahnya memang miring jadi nggak mungkin dibangun rumah lagi pula itu tanah pemerintah. Aku jalan tanpa rasa takut karena merasa sudah terbiasa (secara aku tinggal dengan partner sekitar 3 rumah dari rumah ortu). Tiba-tiba ada 2 cowok pake motor butut, dengan style yang nggak banget, dan ditunjang dengan muka stok lama yang udah kadaluarsa. Agak heran juga masih ada orang kaya gitu di zaman koneksi internet lewat hp sudah wi-fi atau HSDPA.




Dua cowok itu menunggangi motornya tepat di sampingku. Dia menggodaku dengan noraknya. “Ceweeek”. Benar-benar stok lama dyeh, mana gerimis trus dingin banget pengen cepet-cepet masuk ke rumah. Tapi mereka makin gencer “mau kemana sich?” “kok ditanya diem aja”. Makin bete dech ni orang ngomong mulu, tapi aku tetap bergeming. Dia makin menjadi-jadi dia bilang “sombong banget”. Mungkin karena waktu itu aku lagi kedinginan dan pengen cepet pulang tapi kehalang-halangin sama makhluk-makhluk ini, aku jadi esmosi lagian itu orang bener-bener nggak bisa ngehargain perempuan padahal dia juga lahir dari rahim seorang perempuan. Dengan juteknya aku bilang “Emang siapa elo sich?”. Cowok stok lama itu mungkin gak nyangka aku bakal marah, dia keliatan kaget dan kesinggung. Dia kontan teriak “Eh jelek lo”. Wah cari mati ini orang dengan nggak kalah sangar aku juga teriak dong “Emang lo pikir lo nggak jelek” dia makin marah dan teriak lagi “Jeleek” dengan langsung menancap gas.



Sambil menahan gondok yang luar biasa aku masuk ke rumah dan masuk ke kamar. Aku manyun menahan tangis karena gondok. Aku ngesms partner menumpahkan kekeselanku.

“say nda udah di rumah, tadi nda berantem sama cowok di depan, cowok jelek banget, naek motor mepet-mepet ke nda, dia dua orang, dia ngegodain nda sambil bilang sombonglah, nanya-nanya mau kemana, dia orang kampung keliatan banget, nda kesel trus bilang siapa elo sich, dia langsung teriak-teriak bilang jelek lo terus nda bilang emang lo nggak jelek. Kesel banget dech say”

Nggak lama datang balesan dari partner.

“Hah!!dimana??kurang ajar. Dia gondok kali nggak ditanggepin”

Aku sms partner lagi masih dengan kesal.

“Di depan rumah pas nda jalan, iya dia pikir nda nggak bakal marah kali. Pas nda bilang emang lo nggak jelek dia makin marah sambil bilang lagi nda jelek…aaaaah kesel banget! Iya kali babe nda jelek”

Agak lama nunggu kemudia datang sms dari partner.

“Kalau nda jelek ngapain mereka godain nda coba?pas nda marah dia gondok jadi aja gitu. Kalau kamu nanggepin dia nggak akan bilang jelek. Jadi jangan percaya say, nda cantik banget ko say”

Ya Tuhan, aku benar-benar bersyukur memiliki partner seperti dia. Dia selalu punya jawaban dari semua keraguanku. Kata-katanya selalu menenangkanku. Dia selalu memapahku saat aku terjatuh. Dia slalu meyakinkanku bahwa aku begitu istimewa. Aku begitu mengaguminya, bukan hanya mengagumi parasnya atau pribadinya tapi aku juga mengagumi caranya mengagumiku.

Terimakasih Tuhan, sekali lagi dalam hidupku Kau mengingatkanku bahwa selalu ada alasan untuk bersyukur di tengah cobaan kecil-Mu.

Sabtu, 19 September 2009

Emang enak dikerjain


”Mamaaaa…”
“Bukan mama de, tapi bunda”
Si bungsu yang umurnya baru 1.5 taun lagi gencer-gencernya manggil mama sama aku, padahal dari mulai di dalam perut dia udah dikasih tau kalau aku ini bundanya. Si sulung dan partnerku pun memanggilku bunda walau seringnya “nda” agar lebih mudah. Waktu si bungsu masih bayi kecil yang baru belajar bicara dia slalu memanggilku “Ndaaa”, tapi nggak tau kenapa akhir-akhir ini dia memanggilku mama. Mungkin karena partner sering mengobrol dengan mamanya (neneknya anak-anak) dan dia selalu ada di sekitarnya. But why…why???. Apa yang mirip aku sama mama sampai si bungsu terus-terusan manggil aku mama.


Awal-awal dia manggil mama aku selalu membenarkan menjadi bunda.
“Mama…mamam”
“Bunda sayang bukan mama”
“Mama mamam”
“Ndaaa dedeee”
“Mamaaaaa…”
Disaat-saat lagi putus asa partner malah nyeletuk.
“Dasar anak jawa”
Aku memandangnya keki, tapi dengan santainya dia ngeloyor masuk ke kamar dan (tau dech pasti) nutupin mukanya pake guling sambil pura-pura tidur, soalnya dia udah tau gimana rasanya diomelin sama orang jawa.

Besoknya, si bungsu, aku dan partner sedang berbaring di kamar kami dalam rangka membujuk si bungsu tidur siang. Akhirnya aku menyerah dengan panggilan mama saat si bungsu memandang wajahku dengan manja dan menyapa “Mamaa”, senyum di bibirnya begitu tulus dan mata sipitnya begitu bening.
“Apa sayaang” aku membalas dengan lembut dan penuh kasih sayang.
“Dede ayo bobo dulu nanti sore main lagi”
Partner membujuk sekuat tenaga tapi si bungsu tidak menghiraukan, dia malah gulang guling kesana kemari.
“Dedeeee ayo bobo yuuu…sini bobo sama mama” kataku

Tapi…

Si bungsu yang lagi menghadap ke partner tiba-tiba senyum dan cekikikan. Kontan partner langsung ketawa ngakak. Aku Cuma diam, merasa jadi orang paling oon sedunia. Ternyata…ternyata…TERNYATA…anak umur 1.5 tauh itu, anak yang begitu polos dan lucu itu telah menjebakku!!!

“Kamu sich mau aja di kerjain si dede tau dia mah cuma ngebecandain kamu manggil –manggil mama orang dia tau kok mana mama mana bunda, ya de?”
Ah kelakuan si bungsu mengingatkanku sama kejahilan siapa ya???
(ayo babe tunjuk jari!!!!)

Kamis, 17 September 2009

Ketika Cinta Berlabuh

Sekitar enam atau tujuh tahun yang lalu aku kenalan dengan partner. Waktu itu aku baru pakai seragam putih abu, masih culun, rambut masih keriting, kulit masih item, jerawat masih bejibun, tapi kata partner udah keliatan cantik ko…huehehehehe (setelah diselidiki ternyata mata partner minus).
“merah-merah buah rambutan, baju merah kaya orang utan”
Kalimat pertama partner yang selalu aku inget. Bukan karena aku naksir, bukan juga karena geer (lagian cewek mana sich yang geer di bilang kaya orangutan). Tapi saat itu aku sebel mampus dech dikatain gitu.
Dari situ kita temenan biasa, there’s no special feeling. Aku Cuma tahu dia orangnya lucu dan nyenengin sebagai temen tapi agak sedikit nyeremin dan cuek.
Tapi tiga setengah taun yang lalu dia memintaku menyerahkan hatiku dan mempercayakan seluruh hatinya padaku. Dari situ penilaianku berubah tentang dia. Ternyata, partner itu orang yang amat sangat baik, bertanggung jawab, setia, pengertian, perhatian, dan nerima aku apa adanya (dia gak pernah nuntut aku bisa masak…hihi…). Emang sich dia punya satu kekurangan, kekurangan dia itu dia terlalu sempurna buat aku (Babe…THR nambah ya???hahaha). Kekurangan dia ada ko tapi semua itu gak ngerubah penilaianku kalau dia yang terbaik yang pernah ada di hatiku.
Aaaah cinta kadang bikin kita buta ya…tapi ga apa-apa dyeh kan ada partner yang slalu menuntunku meski disaat hariku begitu gelap dan perjalananku begitu melelahkan...

sekotak cinta

Sekotak cinta, satu kotak yang selalu tertutup rapat. Kotak tempatku menyimpan semua hari-hari yang ku lalui bersama partner dan anak-anak kami. Berisi tentang kisah cokelat yang manis, jeruk yang asam, cabai yang pedas, sampai jamu yang pahit tapi tak pernah ada kisah yang terasa hambar. Kotak ini tak pernah ku perlihatkan pada siapapun, tak pernah terbuka sedikitpun dan tak pernah lengah aku menjaganya. Bukan…bukan karena aku pelit atau paranoid, tapi karena ada sedikit rasa rahasia didalamnya. Rasa yang hanya minoritas orang yang pernah mencicipi.
Aku memutuskan untuk sedikit memperlihatkan sekotak cintaku. Membiarkan orang-orang di dunia maya mengintip rasa rahasia itu dan berbagi pengalaman dengan orang-orang penikmat rasa ini.