Rabu, 23 September 2009

seberkas doa di pagi buta

Pagi ini aku terjaga saat kamu masih terlelap tidur. Di luar sana kabut masih bergelut dengan udara dingin yang mencabik jiwa. Aku ingin menciummu, menggores setiap jengkal tubuhmu dengan ujung lidahku. Tapi kau begitu lelap, begitu polos saat terkulai tidur. Aku tau kau pasti lelah bekerja untuk kami seharian lalu meladeni kemanjaan anak-anak yang merindukanmu di setiap penghujung hari


Aku turun dari ranjang kita yang selalu menjanjikan kenyamanan dan kehangatan. Aku melihat keluar jendela, diluar sana malam sedang berperang dengan fajar dan berebut singgasana. Ada para Dewa sedang sibuk meletakan embun pada setiap helai daun.

Aku memutuskan untuk keluar dan berdiri di depan seorang Dewa yang sedang meletakkan embun sebutir embun, menatapnya begitu dalam dan penuh makna.

“Ada apa?” Dewa itu menyapaku.

“Apakan Kau seorang Dewa?” Tanyaku.

“Iya benar, kenapa?” Dewa itu tampak agak tersinggung.

“Apa Kau yang disembah oleh seluruh penduduk desa di ujung keramaian sana?” aku kembali bertanya.

“Iya benar, lalu?” Jawab Dewa itu tak sabar.

“Mengapa mereka menyembah-Mu?”

Dengan sombong Dewa itu berkata “Karena Aku bisa mengabulkan apa yang mereka inginkan”.

Aku tersenyum…

“Jadi Kau bisa mengabulkan apa yang aku inginkan?”

“Tentu saja, apa yang kau inginkan? Setetes embun atau berjuta-juta tetes embun?”

“Tidak, aku bukan ingin itu.”

“Lalu apa yang kau inginkan? Ah…kau pasti wanita serakah yang ingin sebutir embun kehidupan yang bisa membuatmu hidup abadi?”

“Tidak, hidup abadi hanya akan menyiksaku, yang aku inginkan lebih dari itu"

Dewa itu terdiam, begitu lama hingga akhirnya dia berkata “Aku tak bisa mengabulkan lebih dari itu. Hanya Tuhan yang bisa…”

“Tuhan??dimana aku bisa bertemu dengan Tuhan?kapan Dia akan turun ke bumi?”

“Tuhan tidak turun ke bumi nak, dia adalah raja dari semua raja, dia sang pemilik alam semesta beserta isinya. Dia adalah Allah Aja wa zala”

“Bagaimana aku bisa meminta pada-Nya? bagaimana dia bisa mendengarku?”

“Dia bisa mendengar sekalipun kau tak bicara”

“Tapi aku ingin langsung bicara pada-Nya”

“Tak ada satu manusia hiduppun yang bisa bertemu dengan-Nya, tapi jika kau ingin doamu terasa lebih dekat. Sampaikanlah doamu pada malaikat diujung lorong kehidupan sana, ia selalu membawa berita pada Tuhan, tapi cepatlah karena fajar akan segera menyingsing”

Aku berlari sekuat tenaga, menembus kabut melawan rasa dingin dan berpacu dengan waktu. Hingga aku temukan para malaikat yang hendak pergi menembus langit, aku bersimpuh di depannya.

“Ada apa? Jangan kau bersimpuh padaku, bersimpuhlan di depan Tuhan”

“Aku memiliki satu doa, bisakah kau sampaikan pada Tuhan”

“Apa doamu?”

“Aku ingin partner dan anak-anakku hidup bahagia”

“Kenapa mereka harus hidup bahagia?”

“Karena mereka begitu baik”

“Baik saja tidak akan cukup membuatku menururti keinginanmu”

“Tapi mereka begitu istimewa, aku yakin Tuhan menciptakan mereka begitu sempurna”

“Kesempurnaan hanya milik Allah Ta’ala”

“Kesempurnaan yang hakiki memang milik-Nya sang pencipta alam, tapi aku yakin Tuhan menciptakan partner dan anak-anak kami begitu sempurna, sempurna bagi seorang manusia”

“Kenapa mereka begitu sempurna? Apa karena mereka baik padamu?”

“Bukan sekedar baik, karena baik saja takkan cukup membuatku berlari mengejarmu”

Malaikat itu terdiam dan menatapku dengan tajam tapi aku tak bergeming.

“Baiklah akan ku sampaikan doamu pada Tuhan, tapi dengan satu syarat”

“Apapun”

“Bahagiakanlah mereka dengan segenap hatimu dan jiwamu jika mereka begitu istimewa dan sempurna”

“Pasti!”

Aku kembali berlari, berlari pulang ke sampingmu…ke rumah kita.

Aku sampai di peraduan kita, kau masih terlelap tidur. Ku kecup keningmu dengan rasa rindu yang mendalam dan berkata “Morning honey…”

Kau menggeliat dan membukan matamu lalu tersenyum. Aku membalas senyummu dan berbisik di telingamu “aku janji akan selalu berusaha membahagiakanmu sayang”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar